Kamis, 06 September 2012

Rokok Bukan Hidangan pada Acara



Saya sempat melakukan perjalanan di sebuah  kampung  yang juga masih berada dalam provinsi Sulawesi Selatan. Selama semalam saya singgah dikampung tersebut. Kebetulan pada malam itu dikampung tersebut seorang warganya sedang mengadakan acara nikahan, mereka menyebutnya malam mapacci’. Acara yang dilaksanakan 1 malam sebelum acara resepsi untuk masyarakat setempat.

Seusai acara mapacci’ dilanjutkan oleh permainan kartu domino, acara hiburan untuk kaum lelaki tepatnya. Puluhan orang lelaki menempati kursi yang telah disediakan oleh keluarga yang mengadakan acara ini. Tidak lama permainan kartu dimulai hidangan pun dikeluarkan untuk melengkapi acara malam itu. Mulai dari berbagai jenis kue hingga teh menjadi hidangannya, namun tidak lama kemudian masing-masing pemain kartu tersebut diberikan sebungkus rokok dan korek. Ternyata sebungkus rokok dan korek tersebut bisa dikatakan sebagai sebuah hidangan pula pada acara tersebut. Tidak lama kemudian tenda yang dibawahnya dipenuhi pemain kartu, dipenuhi pula oleh asap rokok yang semakin mengepul.

Bisakah saya mengatakan bahwa acara ini adalah acara sakit paru-paru secara berjamaah? Alasan saya mengatakan hal tersebut karena acara ini sedang difasilitasi untuk menuju ke penyakit tersebut. Jumlah yang hadir pada malam itu pun tentunya sangatlah banyak. Tidak hanya lelaki yang hadir pada malam itu, perempuan pun hadir namun disibukkan pada urusan hidangan makanan dan minuman. Dari sini pun sudah sangat terlihat pembagian perokok aktif dan perokok pasifnya, perokok aktif adalah kelompok lelakinya dan perokok pasifnya adalah yang perempuan.

Sempat saya bertanya dengan kepala desa setempat tentang dihidangkannya rokok pada acara seperti ini, namun ternyata tidak setiap acara rokok dihidangkan, semua tergantung pemilik hajatan tersebut. Dihidangkannya rokok disana mungkin untuk memperlihatkan status ekonomi bagi keluarga tersebut kepada masyarakat atau untuk menjadi daya tarik tentang acara tersebut. Sengaja saya tidak memasukkan gambar seorang perokok disana agar tidak menginspirasi masyarakat yang untuk merokok.

Pada Paginya saya sempat menyinggahi puskesmas Kecamatan setempat. Disana saya menemukan sebuah poster bertuliskan “Jangan ki’ sajikan rokok diacara ta’, Daeng”. Arti tulisan tersebut “jangan sajikan rokok diacara anda, pak”. Penyajian rokok pada acara dikampung-kampung seperti tersebut tentunya akan melahirkan kebudayaan nantinya. Sebuah kebiasaan yang terbawa terus menerus. Ketakutan saya melihat acara tersebut, anak-anak yang melihat bapak-bapaknya merokok pada malam itu akan mengikuti jejak bapaknya karna beranggapan bahwa itu benar. Semoga hanya sekedar ketakutan saya saja.