Jumat, 24 Februari 2012

Kekerasan Akademik di Kampus


Menurut Blask (1951) kekerasan, violence, adalah pemakaian kekuatan, force, yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar, dan menghina. Kekuatan itu, biasanya kekuatan fisik, disalahgunakan terhadap hak-hak umum, terhadap aturan hukum dan kebebasan umum, sehingga bertentangan dengan hukum.

Pemilik kekuatan tertinggi di kampus sudah pasti mereka sang birokrat yang terdiri dari dosen-dosen sebagai seorang yang mengajar kita didalam kelas. Interaksi kita tak pernah lepas dari mereka selama masih menyandang status mahasiswa. Mulai dari kita masuk kuliah kita telah bertemu dan dengan mereka di Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB), sebuah proses penyambutan mahasiswa baru yang diadakan di Baruga A.P. Pettarani untuk mahasiswa UNHAS, hingga dalam proses ujian skripsi. Semua tak pernah lepas dari mereka sang pendidik. Dan mereka adalah sang penyusun sistem yang berlaku dikampus.

Di Fakultas Ekoonomi UNHAS, lebih tepatnya pada jurusan Akuntansi kekerasan akademik yang berlaku adalah kekerasan tidak langsung yang mampu menyerang si Mahasiswa itu sendiri dan menyerang mental. Semua dikarenakan sebuah sistem tentang kurikulum mata kuliah yang diprogramkan. Mata kuliah yang berlaku itu merupakan mata kuliah yang bersyarat. Misalnya saya tidak bisa mengambil mata kuliah Akuntansi Keuangan lanjutan 2 jika tidak lulus matakuliah Akuntansi Keuangan Lanjutan 1, sedangkan mata kuliah Akuntansi Keuangan Lanjutan 1 bisa saya programkan kembali pada 2 semester berikutnya atau tahun depan. Nah, bentuk kekerasannya disini dapat dilihat dari perlakuan sistem program mata kuliahnya yang secara tidak langsung menyerang psikologis mahasiswa tersebut. Bayangkan saja jika seorang mahasiswa tidak lulus 1 mata kuliah saja, sudah pasti dia akan terlambat 1 tahun untuk selesei.

Mahasiswa tak dapat disalahkan sepenuhnya jika dia tidak lulus, terkadang kita menghadapi karakter dosen yang berbeda-beda.

· Ada tipe dosen yang sangat tidak objektif, meskipun kita malas dalam mengerjakan tugas nilai kita akan sama dengan nilai teman kita yang sangat rajin dan aktif dalam segala penilaian kepatutan mahasiswa pada umumnya dikelas.

· Ada pula tipe seorang dosen yang sangat perfeksionis, atau jika dia tidak mampu mengerjakan 1 tugasnya yang memberatkan, misalnya membuat ringkasan mata kuliah yang terdiri dari 10 halaman double folio maka dia tidak akan lulus.

· Ada pula tipe dosen yang sensitif, jika kita pernah secara langsung atau tidak langsung menyinggung dia, misalnya tentang seorang dosen yang kebetulan menjabat menjadi salah satu wakil dekan dan terindikasi terlibat dalam penyelewengan dana difakultas yang berhasil diungkap oleh jurnalis-jurnalis fakultas. Kemudian tanpa sebab yang jelas dia dapat saja memberikan nilai error untuk mata kuliahnya jika kita ketahuan sebagai salah satu dari bagian jurnalis-jurnalis tersebut.

Secara Ilmu Psikologi Contoh kasus kekerasan pendidikan diatas tergolong kategori perilaku agresi. Bisa dikatakan Perilaku agresi, karena seseorang memberikan stimulus tidak menyenangkan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Baron & Byrne, 1994; Brehm & Kassin, 1993; Brigham, 1991 yang menyatakan bahwa agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kemudian kekerasan prilaku agresi inilah yang memicu ke kekerasan akademik selanjutnya.

Jika kita telah mendapatkan nilai Error dari salah satu tipe dosen diatas sudah pasti kalian akan tinggal lebih lama dikampus atau akan terlambat dalam lulus. Semua karena sebuah sistem pendidikan yang diberlakukan pada fakultas itu sangat membatasi gerak mahasiswa untuk cepat selesei. Ini yang saya artikan sebagai kekerasan akademik. Kekerasan yang berlindung pada sistem pendidikan dan membuat pembatasan dalam melanjutkan proses belajar. Bukan main dampak yang diberikan dari kekerasan akademik ini, yaitu:

1. Terlambat 1 tahun untuk selesei

2. Biaya kuliah yang semakin bertambah

3. Umur produktif kerja telah terpotong dibangku kuliah.

Beban Psikologis yang ditanggung oleh mereka yang kuliah di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UNHAS sangatlah berat. Mereka dapat kapan saja divonis terlambat selesei jika telah bertemu diruang kelas dengan dosen tipe tertentu yang telah dibahas dan mendapatkan nilai Error. Kombinasi penunjang untuk menahan kita lebih lama pada sebuah sistem yang menguras biaya pendidikan kita.

Inti permasalahannya sebenarnya berada pada kebijakan akademik tentang pemrograman mata kuliah yang tidak dilulusi ini. Untuk tidak menahan mahasiswa 1 tahun untuk memprogramkan mata kuliah yang tidak dilulusi, seharusnya akademik membuat kebijakan bahwa mata kuliah tersebut dapat diambil pada semester depan atau tidak menunggu 1 tahun lagi. Jika kebijakan ini dapat diterapkan beban psikologi dari dosen-dosen yang dibahas tadi tidak akan terlalu mempengaruhi dalam proses belajar nantinya.

Semoga para pengajar dan para birokrat fakultas dapat memahami kondisi mahasiswa pada umumnya, dan perlunya pengenalan iklim demokratis pendidikan pada mereka. Agar para petinggi fakultas mampu mengetahui tentang kebijakan-kebijakan yang mereka terapkan ternyata sangat memberatkan mahasiswa dan menjadi bentuk kekerasan akademik di kampus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar