Jumat, 13 April 2012

Cantik itu .....



Media penyusun konsep cantik dimasyarakat

Kemarin disela-sela waktu menunggu kelas dimulai saya duduk membelakangi sekelompok perempuan yang sedang sibuk membaca sebuah majalah kecantikan. Kelas terasa begitu sepi karena sebenarnya masih 30 menit lagi kelas dimulai. Tak ada suara dikelas sejak saya datang dan duduk dikelas ini, namun beberapa menit kemudian terjadi percakapan.

Perempuan tomboy: wah..pakai krim yang mana supaya kulit saya terlihat lebih putih?

Perempuan pemilik majalah: pakai krim ini saja *menunjuk gambar krim di majalah*..

Perempuan tomboy: wah.. Rp 159.000 untuk sebotol kecil krim pemutih?

Perempuan pemilik majalah: kalo krim yang itu untuk pemakaian 1 bulan, ada juga yang 2 minggu sudah putih kulitnya tapi harganya 2x lipat..

Perempuan yang mengaku cantik: wahh.. kalau mau cantik memang butuh modal besar..

Perempuan pemilik majalah: betul!! kalau mau cantik memang butuh produk-produk berkualitas..

Perempuan tomboy: *cemberut*

Nah.. sambil mendengarkan percakapan mereka saya tersenyum. Beberapa kesimpulan dapat saya ambil dari percakapan tersebut.

  1. Cantik itu mahal, sudah jelas terlihat tujuan penawaran perempuan pemilik majalah tersebut adalah menawarkan produk-produk kecantikan yang harganya relatif tidak murah. Harga sebuah krim pemutih dengan kualitas 4 minggu saja bisa mencapai Rp.159.000, bayangkan jika dalam waktu 4 minggu krim tersebut tidak menghasilkan apa-apa atau tidak memutihkan, mungkin si konsumen akan berpikir "proses pemutihan kulitnya sudah mulai berjalan seminggu kedepan pasti sudah mulai putih kulit ini" yang otomatis akan membeli se botol krim lagi untuk memutihkan kulitnya.

    Hitung-hitungnya belum sampai disitu. percakapan tadi hanya sekitaran krim pemutih, bagaimana jika perempuan tomboy tersebut sudah cantik? otomatis dia akan merasa ada kekurangan lagi untuk dirinya, misalnya penghalus kulit, bedak, parfum dan lain-lain yang budgetnya juga tidak kecil atau mahal. Pola konsumerisme seperti inilah yang akan tumbuh di diri perempuan-perempuan tersebut untuk menutupi kekurangan yang masih ada pada dirinya. Manusia memang tidak pernah bersyukur.

  2. Perempuan adalah mangsa empuk kapitalis, lihat saja iklan-iklan di majalah, televisi dan internet yang mengatakan bahwa "kulit putih itu cantik" dan alhasil teman saya pun menjadi korbannya (perempuan tomboy). Tidak pernah saya melihat iklan kecantikan itu adalah perempuan yang berasal dari kulit yang (maap) hitam. Begitu hebatnya membentuk mindset tentang kecantikan dengan menggunakan iklan yang berulang-ulang agar produknya laku dipasaran dan seperti itulah kapitalis pemangsa perempuan beraksi. Sekali lagi televisi menjadi media prantara dari kapitalis kecantikan bermain. Televisi telah mencuci pemikiran kita dan telah membuat kita bermimpi, ingin seperti artis yang mengiklani produk tersebut. Ingatlah, standar kecantikan kalian sedang dibentuk oleh majalah dan televisi. Dasar permainan para kapitalis kosmetik adalah perempuan selalu berpikir ingin cantik, lebih dan lebih, dan itulah yang dimanfaatkan. Saat ini kita masih berbicara dikisaran kosmetik dan belum pada tataran style busana yang masuk dalam target kapitalis.

    Berbeda dengan kaum lelaki yang menurut saya lebih terkesan cuek. Perempuan lebih mengedepankan tampilan nya didepan umum. Saya sebenarnya agak sedikit tidak percaya bahwa kecantikan adalah hal yang utama dimata perempuan. Mungkin lingkungan lah yang membentuk mereka seperti itu. Bisa kita lihat misalnya pada saat ingin melamar pekerjaan, point "penampilan menarik" tak pernah hilang dari syarat melamar pekerjaan, sekali lagi kecantikan dan ketampanan yang diperhatikan. Point "penampilan menarik" selalu menempati posisi teratas disetiap syarat pelamaran pekerjaan dan akan membuat sebagian perempuan untuk melakukan sentuhan-sentuhan kecantikan agar dapat bekerja ditempat yang dia inginkan mengesampingkan kemampuan dibidangnya tersebut.


Mungkin bagi teman-teman itu adalah hal yang biasa, namun jika kalian telah berkeluarga nanti didalam keuangan keluarga bakalan ada anggaran untuk pemeliharaan kecantikan istri kita dan itu wajib dengan nominal yang besar pula. Secara tidak langsung bisa saya katakan bahwa anggaran pemeliharaan kecantikan bagi perempuan sama saja seperti anggaran pembelian rokok bagi laki-laki dan itu terkesan menghambur-hamburkan uang saja. Sama seperti judul note teman saya bahwa "Cantik Bukan Kosmetik" yang berarti perempuan cantik itu bukan diciptakan dari kosmetik yang dia gunakan. Menurut saya cantik tercipta dari proses tingkah laku kita sehari-hari.



Salah satu iklan televisi yang membangun mindset "putih itu cantik"

Banyak perempuan yang menghabiskan uangnya untuk membeli kosmetik tidak untuk membeli buku untuk sekedar menambah pengatahuannya. Itulah akhirnya kebanyakan perempuan sama seperti yang dikatakan oleh Cina di film Cin(T)A, "Kecantikan berbanding terbalik dengan kepintaran". Menurut saya perempuan pintar lebih dicari oleh kaum lelaki dibandingkan perempuan cantik, yaa.. itu menurut saya.

Banyak pula perempuan yang mengaku cantik namun mengidentikkan bahwa dia adalah perempuan. Menurut saya perempuan itu adalah yang menutupi setiap senti auratnya, jika auratnya telah tertutup sudah pasti dia cantik. Banyak perempuan yang menggunakan pakaian yang terbuka agar dimendapatkan predikat cantik.

Rasa bersyukurlah yang seharusnya ditingkatkan, bukan jenis kosmetiknya yang digunakan. Perempuan itu akan lebih terlihat tak ada kekurangannya jika dia sendiri tidak meresahkan kekurangan yang ada pada dirinya itu. Sebenarnya rajinlah beribadah, air wudhu membuat wajahmu tampak bercahaya.


4 komentar:

  1. bener banget.... perempuan mudah sekali jadi mangsa untuk produk kosmetik yang kadang ga sesuai dengan mereka. dan cantik buat saya bukanlah kulit yang di poles oleh kosmetik. mending sering di basuh sama whudu aja sesuai dengan tulisan mbak/mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kosmetik menjauhi mereka dari air whudu, takut luntur cantiknya. MIRIS..

      Hapus
  2. Termasuk bentuk penipuan ketika pihak produsen memasang model yang memang sudah memiliki kulit yang putih pada dasarnya, kemudian mengatakan bahwa produknyalaha yang membuat kulit si model itu menjadi putih.

    Oh iya saya lupa, cantik itu 100% bagi saya, 50% agama, 30% pendidikan, 20% fisik.

    BalasHapus
  3. Jempol!
    saya juga pernah menulis tentang ini dim, beberapa tahun yang lalu... hihi :)

    memang begitulah adanya, kami-kami perempuan
    menikmati setiap "kegombalan" yang datang
    dengan alasan bahwa itu adalah tuntutan
    lucu di' hahaha...

    oh iyya, saya punya beberapa... tepatnya banyak teman lelaki yang care dengan penampilan loh. perawatan, pakai krim, dll... dan mereka pun menuntut ceweknya untuk bisa dandan dan merawat diri. ini lebih lucu lagi :)

    BalasHapus