Selasa, 28 Februari 2012

Kita Vs Korupsi


Film Kita Vs Korupsi merupakan kumpulan 4 film pendek yang berjudul Rumah Perkara, Aku Padamu, Selamat Siang, Risa! dan PSSSTTT...Jangan Bilang Siapa-Siapa. Film yang terlahir dari hasil kerjasama Transparency International Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Management Systems International, USAID dan Cangkir Kopi.

Salah satu cara yang disajikan KPK untuk memberikan pendidikan tentang "anti korupsi" melalui film. Film menurut Abraham Samad sebagai ketua KPK adalah "seni komunikasi yang bersifat universal sehingga diharapkan dapat memberikan pendidikan yang meluas tentang korupsi". Abraham Samad juga mengaku bahwa inspirasi film ini terlahir atas kesukaannya atas film Welcome to Serejevo.

Kesempatan hari ini UNHAS menjadi salah satu Universitas yang disinggahi KPK untuk memulai kampanye anti korupsi kekalangan calon masa depan bangsa. Film ini sengaja diputar gratis di Universitas di Indonesia sebagai bentuk penyebar luasan jenis, dampak dan bahaya korupsi dengan konsep yang berbeda dan mudah dipahami lebih mendasar.

Korupsi itu merupakan kesalahan yang membudaya diIndonesia. Tercipta karena kondisi dari kita sendiri. Tak perlu menjadi anggota KPK untuk memberantas korupsi, menjadi diri sendiri pun bisa. Dengan tidak menggunakan calo pada saat pengurusan SIM, STNK juga merupakan bentuk pemberantasan korupsi. Calo ada karena kita butuhkan, jika kita bisa sabar dalam mengurus surat-surat tersebut mereka akan hilang dengan sendirinya. Kesadaran yang mendasar seperti ini lah yang ingin ditumbuhkan pada masyarakat agar membantu menghilangkan korupsi pada hal yang mendasar.





Rumah Perkara

Film pertama yang menjadi rangkaian kumpulan film dari Kami Vs Korupsi adalah Rumah Perkara. Film karya sutradara Emil Heradi ini bercerita tentang seorang lurah bernama Yatna disebuah desa yang melakukan tindak pidana korupsi. Korupsi tentang menjual tanah desanya untuk pengembangan pembangunan real estate atau kompleks pemukiman mewah. Korupsi ini dilakukan bersama sang lurah.

Satu persatu warga disingkirkan agar mempermudah proses pembangunan kawasan elit itu. Tak ada lagi teman bermain dari anak sang lurah. Tersisa seorang janda yang bertahan dengan rumahnya karena tak ingjn pindah. Janda tersebut tidak lain adalah istri simpanan dari sang lurah.Hingga akhirnya karena si janda tak mau pindah cara terakhir yang dipakai adalah dengan membakar rumah si janda itu. Si janda dan si anak dari lurah pun mati dalam kejadian tersebut.

Disini yang dapat saya lihat adalah, korban pertama yang terkena imbas jika kita melakukan korupsi adalah keluarga dan orang-orang tersayang tersebut. Mereka menjadi korban karena jika kita korupsi orang yang akan merasakan kerugiannya adalah mereka, meskipun kita sering beralasan ingin membahagiakan keluarga. Di film ini si korban adalah anak dari si lurah, dia tersingkirkan dari teman-teman kecilnya karena temannya telah pindah dari desa tersebut. Si anak merasa seperti terasingkan dengan lingkungan nya. Tidak disadari bahwa anak tersebut telah menjadi sosok yang tak mengenal lagi dengan dunia sosial.

Korupsi disini lebih dibahasakan bahwa dapat terjadi kepada pejabat berseragam meskipun hanya ditingkat lurah. Kepentingan para pemodal mampu merubah janji awal mereka untuk mensejahterahkan masyarakat desa tersebut. Ketika kita telah terjebak pada sebuah posisi, kita akan melupakan hak orang lain (masyarakat pada umumnya)

1 komentar: