Selasa, 19 Juni 2012

Freedom Writers


Film : Freedom Writers
Sutradara: Richard LaGravenese.
Produksi: Paramount Pictures.
Tahun: 2007.
Penulis Naskah: Richard LaGravenese.
Pemain: Hilary Swank, Scott Glenn, Imelda Staunton, Patrick Dempsey, dan masih banyak lagi.


Kali ini saya akan bercerita tentang Film Freedom Writers yang diangkat dari kisah nyata. Film yang dapat dinikmati sejak tahun 2007 berkisah tentang sebuah kelas yang berada di sebuah lingkungan sekolah di Long Beach, California, yang sangat rasisme. Kelompok ras sangat jelas terlihat disekolah ini misalnya, ras kulit putih, kulit hitam, ras Kamboja dan ras Latin. Kelompok ras yang terjadi didalam sekolah tersebut akibat dari perlakuan lingkungan diluar sekolah dan membentuknya juga didalam sekolah. Kelompok ras tersebut perlahan berubah menjadi genk yang saling memperebutkan wilayah satu sama lain untuk mendapatkan kebanggan dan kehormatan bagi rasnya tersebut. Seperti itulah gambaran lingkungan yang terjadi sebelum seorang guru Erin Gruwell (diperankan oleh Hillary Swank) mencoba merubah mindset setiap muridnya tentang ras.

Awalnya Erin adalah seorang guru yang belum mempunyai pengalaman mengajar. Dikelas Erin juga sering tak dihargai ketika mengajar. Hingga pada suatu ketika dia sadar bahwa telah terjadi kesalahan sudut pandang yang diterima oleh murid-muridnya dari lingkungannya. Erin menganggap bahwa kesalahan mereka pada kebencian mereka terhadap ras lain dan mengagungkan ras nya sendiri. Cara awal yang dilakukan oleh  Erin untuk menumbuhkan minat belajar dan memecahkan kesalahan berpikir muridnya adalah dengan mengenalkan mereka Holocaust. Holocaust merupakan pembantaian sekitar enam juta orang Yahudi yang dilakukan secara sistematis, birokratis dan disponsori oleh rezim Nazi. Holocaust sangat dekat dengan kondisi lingkungan tersebut karena sudut pandang masyarakat tentang tingkatan ras sedang sama-sama terjadi, itulah alasan dari  Erin  untuk mengenalkan Holocaust.

Pada dasarnya manusia akan tumbuh semangat belajar dan ingin tahunya jika hal tersebut sangat dekat dengan dirinya tersebut, Holocaust misalnya. Kondisi dimasa zaman Holocaust dianggap pula sama kondisinya dengan yang dirasakan oleh murid-murid tersebut. 

Cara selanjutnya adalah dengan memberikannya jurnal yang dibuat untuk menuliskan apa yang mereka inginkan, rasakan, dan alami. Setelah membaca beberapa jurnal mereka,  Erin menyimpulkan bahwa kekerasan geng antar ras telah mereka dapatkan sejak kecil dan terbawa hingga kini. Bagi  mereka kehormatan ras mereka adalah segalanya, inilah yang salah dan inila yang harus dirubah. Dari sini lah mereka diajak secara tidak langsung untuk menjadi penulis oleh  Erin . Kemampuan menulis mereka ditumbuhkan pula dengan diberikan buku bacaan yang tidak jauh dari kehidupan mereka, misalnya Durango Street dan  The Diary of a Young Girl. Durango Street adalah buku tentang anak-anak yang memasuki kehidupan genkster karena tuntutan lingkungan sedangkan The Diary of a Young Girl merupakan buku yang menceritakan tentang kisah perempuan korban rezim Nazi di zaman Holocaust.

Buku Durango Street     
Buku The Diary of Young Girl
Menjadi penulis tanpa pernah membaca buku tentu adalah kemustahilan, inilah yang saya dapatkan dari film ini. Kemampuan menulis di jurnal kian berkembang karena pola berpikirnya terbuka oleh bacaannya. Mereka melihat kondisi diluar sana dari buku tersebut. Kondisi dimana kelas ras unggul melakukan intimidasi psikologi kelas ras bawah dan ternyata masih ada perjuangan kesamaan hak untuk terbebas dari kelas-kelas ras. Referensi tulisan mereka juga berasal juga dari buku bacaan tersebut dan tidak hanya bersumber dari opini sempit mereka. Dari sinilah mereka mencoba merubah juga kelas-kelas ras yang ada dikelas mereka karena ternyata mempunyai hak atas pendidikan, keamanan, dan lainnya yang sama sebagai manusia. Dari tulisan ini lah mereka menjadi penulis kebebasan nntinya.
Didalam film ini juga menunjukkan bahwa pendidikan itu janganlah bersikap monoton atau kaku. Didalam kelas Erin sering menerapkan metode pengajaran yang aktif kepada muridnya. Beberapa interaksi yang dilakukan bisa melalui games, musik, film dan yang lain, tapi tetap tidak terlepas dari konsep pembelajaran. Hal itulah yang membuat murid-murid lebih mempunyai semangat belajar, tidak seperti kondisi realita yang ada, ruangan kelas tidak ada bedanya seperti mimbar bagi penceramahnya. Erin juga sering melakukan kunjungan ke museum dan melakukan diskusi kepada korban Holocaust meskipun tak ada program semacam ini di kurikulum sekolahnya.

Film bergenre drama ini merupakan rekomendasi terbaik kepada orang-orang yang senang mengabdikan dirinya kepada masyarakat sebagai pendidik. Orang yang mempunyai tujuan mulia dengan mengubah orang-orang yang dianggap tak tahu apa-apa menjadi orang yang lebih berguna tanpa memikirkan jarak pengetahuan yang dimiliki antara pendidik dan murid.
Trailer FreedomWriters

Tidak ada komentar:

Posting Komentar